Stop Normalisasi Mengemis Online
Wali Umat – Mendapatkan penghasilan perhari sampai Rp 400 ribu, siapa yang tidak tergiur ya kan? Itulah penghasilan Gunawan “Sadbor” dalam sehari dengan melakukan pertunjukan “Live” di TikTok. Bahkan dengan penghasilan tersebut, ia dapat merenovasi rumahnya dan menjadi inspirasi buat warga di kampungnya. Sayangnya, disinyalir apa yang ia lakukan ini termasuk perilaku mengemis online.
Sebagaimana dilansir oleh news.detik.com, istri “Sadbor”, Neneng menuturkan jika suaminya sudah aktif melakukan live TikTok sejak masa pandemi, tahun 2020. Ia melakukannya di sela pekerjaannya sebagai penjahit keliling. Dengan dandanannya yang khas, cukuran rambut berantakan, jogetnya yang khas, dan slogannya yang khas, akun TikToknya kini diikuti oleh 600-an ribu pengikut dan disukai oleh hampir 9 juta akun.
“Beras habis? Joget solusinya! Hobah!” begitu ia selalu mengawali videonya.
Belakangan, “Sadbor” menjadi fenomena sosial-media dan mengundang perhatian banyak pihak. Tentu, ada yang pro dan juga kontra. Sebagai pihak menilai apa yang dilakukannya dirasa sebagian pihak sebagian hiburan dan berdasarkan apa yang dilakukannya, ia layak mendapatkan apresiasi. Namun, sebagian pihak lainnya menilainya sebagai modus mengemis online atau online begging.
Artinya, apa yang “Sadbor” lakukan ini sebenarnya sama saja dengan tren di platform yang sama beberapa waktu lalu, yakni “Mandi Lumpur”. Fenomena yang juga sama mengundang kontroversi lantaran mereka “menyiksa” dirinya sembari meminta belas kasihan dari penontonnya. Belakangan, terungkap bahwa di balik figur yang melakukan mandi lumpur, ada “agensi” yang mengeksploitasi mereka.
Menurut Psikolog Iswan Saputro, sebagaimana dikutip oleh klikdokter.com, fenomena mengemis online ini memiliki ciri umum, di antaranya;
menampilkan narasi emosional yang menarik simpati,
menampilkan visual kehidupan yang serba sulit,
interaksi langsung dengan penonton untuk mendapatkan donasi,
Dan partisipasi tinggi dari penonton
Lebih jauh, Dosen Komunikasi Universitas Airlangga, Angga Prawadika, sebagaimana dikutip oleh theconversation.com, pada dasarnya media sosial memang tempatnya mencari ketenaran dan uang. Dua hal ini, menjadi dasar pemicu banyaknya orang yang pada akhirnya melakukan perilaku yang tak masuk akal. Sedangkan konten mandi lumpur atau joget “sadbor” yang terkesan mengekploitasi kemiskinan dan rasa iba, pada dasarnya sudah lama jadi “bahan jualan” pembuat konten. Fenomena serupa dapat kita temukan dari banyaknya reality show dan sinetron di Indonesia dengan tema tentang kemiskinan dan kesedihan.
Dari poin of view penonton, sebagian penontonnya merasa kasihan dengan apa yang para pengemis online ini lakukan sehingga timbul keinginan untuk menolong. “Mereka juga mengalami perasaan tidak nyaman saat menyaksikan pengalaman negatif dari pengemis online. Alhasil, mereka memiliki keinginan untuk meringankan beban fisik atau psikologis pengemis online,” kata Ketua Tim PKM RSH Cyber Begging UGM, Safa Nur’aini Yunisa Wijayanti, kepada wartawan, pada 16 November 2023 lalu, di Kampus UGM, sebagaimana dikutip oleh ugm.ac.id.
Hanya, ada efek samping dari perilaku tolong-menolong di media sosial ini. Ketika pelaku mendapatkan “gift”, maka dia tidak akan berhenti dari aktifitas mengemis, malah keterusan. “Dalam konteks mengemis online, perilaku tolong menolong ini tidak selamanya baik, perilaku ini malah dapat memberikan stimulus kepada pengemis online untuk melakukan hal yang sama secara terus-menerus,” ujar Safa.
Safa dan tim menemukan, awalnya mereka yang melakukan online begging ini awalnya terpaksa. Hanya, pada tahap berikutnya mereka justru mencari keuntungan, setelah itu terjadilah siklus berulang antara pengemis online dan pemberi gift. “Apabila terus dibiarkan, pola-pola ini akan menyebabkan banyak dampak negatif, salah satunya adalah munculnya siklus kemiskinan. Oleh karena itu, perilaku tolong menolong terhadap pengemis online ini harus segera dicari solusi dan jalan keluarnya,” ujar Safa.
Larangan Mengemis
Dalam hukum negara kita, pengertian pengemis dapat kita temukan dalam Pasa 1 anka 2 PP 31/1980. Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Konsekuensi bagi mereka yang mengemis di muka umum, berdasarkan Pasal 504 KUHP adalah sebagai berikut:
Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu.
Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Kemudian, dalam Pasal 425 UU 1/2023 dinyatakan:
Setiap orang yang memberikan atau menyerahkan kepada orang lain anak yang ada di bawah kekuasaannya yang sah dan belum berumur 12 tahun, padahal diketahui bahwa anak tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan meminta-minta atau untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya atau yang dapat membahayakan kesehatannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yaitu Rp200 juta.
Setiap orang yang menerima anak untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana yang sama.
Menanggapi fenomena mandi lumpur yang menjadi tren di tahun lalu, pemerintah, melalui Menteri Sosial Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penertiban Kegiatan Eksploitasi dan/atau Kegiatan Mengemis yang Memanfaatkan Lanjut Usia, Anak, Penyandang Disabilitas, dan/atau Kelompok Rentan Lainnya.
Berdasarkan peraturan negara yang ada ada, sampai saat ini, memang belum ada aturan yang tegas mengenai mengemis online terkait dengan pelakunya, baik dalam KUHP maupun UU ITE.
Tersangka G alias Sadbor dan AS alias Toed dikawal petugas Polres Sukabumi saat akan konferensi pers di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (4/11/2024)(KOMPAS.COM/BUDIYANTO)
Sedangkan, dalam Islam, hukum mengemis jelas dilarang. Rasulullah Saw. telah memberikan peringatan keras dalam salah satu hadits-nya;
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 17508),
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، وَيَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ حُبْشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ، فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ»
Yahya bin Adam dan Yahya bin Abi Bukair menuturkan kepada kami, mereka berdua mengatakan, Israil menuturkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Hubsyi bin Junadah radhiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan ia memakan bara api”.
Sedangkan bagi para pemberi gift memang tidak ada larangan yang jelas. Pada dasarnya, memberi, baik pada yang meminta-minta maupun tidak, Allah Swt. tetap memberikan pahala sesuai dengan apa yang diniatkan, terlepas apakah yang meminta dalam kondisi benar-benar terdesak atau justru menjadikannya sebagai profesi.
Hanya, para ulama menghimbau muslim agar memberi pada yang benar membutuhkan, namun mereka tidak menampakkannya, apalagi mengeksploitasi kondisinya untuk mencari keuntungan. Sesuai dengan spirit yang terkandung dalam Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 273,
لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ࣖ
Infakkan hartamu kepada orang-orang yang terikat dengan kegiatan jihad di jalan Allah sehingga mereka tidak mampu mencari kehidupan (untuk keperluan sehari-hari) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka mampu menjaga diri dari meminta-minta. Kamu mengenal mereka dari ciri-cirinya, yaitu mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta baik yang kamu infakkan, sungguh Allah Maha Mengetahuinya.
Bagi yang meminta-minta padahal tidak mendesak, Anda memang bisa lolos dalam dimensi kehidupan saat ini. Namun, di yaumil akhir nanti, telah tersedia “hukuman” yang berat. Maka, sebisa mungkin hindarilah perilaku meminta-minta, apalagi menipu dengan berpura-pura miskin, padahal kaya.
Kemudian, bagi Anda yang berjiwa pemurah, memang pada umumnya, tidak mengapa memberi pada mereka yang “meminta-minta”, namun alangkah lebih baiknya kalau kita dapat memberi pada mereka yang meski susah, tidak meminta-minta. Kecuali, jiwa Anda terancam. Dengan begitu, kita dapat menghindari kemungkinan dampak buruk di tengah masyarakat, yakni merebaknya “jiwa miskin. Lebih baik, kita menolong kakek yang berdagang balon atau orang disabilitas yang berjualan kue basah. Mungkin, kita tidak membutuhkan apa yang mereka jual, namun mereka sudah berusaha berjuang tetap berada di jalan yang Allah Swt. ridhoi dan menghindari perilaku yang Allah Swt. larang, yakni meminta-minta.
Dalam hal ini, kami berupaya menhantarkan pada Anda jiwa-jiwa yang merdeka. Jiwa yang tidak menggantungkan dirinya pada belas kasihan manusia, hanya meminta belas kasihan pada Allah Swt. seraya berikhtiar sekemampuan yang mereka bisa lakukan.