Membantu Orang Miskin yang “Kaya”
Wali Umat – Melihat orang sudah tua, tertatih di pinggir jalan, wajar jika kita merasa kasihan dan ingin membantunya. Ketika Anda sudah bertekad membantunya, bagaimana cara Anda membantunya? Apakah dengan memberinya uang? Tentu niat baik akan sampai pada apa yang diniatkan. Namun, selain niat baik, Islam juga memberi kita panduan cara menyampaikannya.
Tahukah Anda, jika orang miskin atau atau fakir di tengah masyarakat kita ada dua tipe. Yang pertama yang miskin secara materi, tapi miskin pula mentalnya. Kedua, yang miskin hanya materialnya saja, sementara mentalnya kaya. Yang pertama, biasanya selalu merasa apa yang sudah dimiikinya kurang, bahkan ketika hartanya melimpah nantinya, dia akan tetap “merasa dirinya miskin”. Ia senantiasa haus akan harta benda.
Sementara yang kedua, meski ia miskin, untuk makan pun sulit, dia tidak sampai hati meminta-minta pada orang lain. Dia akan malu seandainya mendapatkan amanah harta di luar kebutuhannya. Misal, ketika dia mendapatkan amanah proyek dari bosnya dan dananya berlebih. Tentu dia akan malu ketika kepikiran memasukkannya ke dalam sakunya. Seandainya dia Allah Swt. berikan kelapangan, dia akan menakar kebutuhannya, kemudian “mengembalikan” selebihnya pada pemilik-Nya.
Umumnya, kita boleh membantu siapapun, termasuk di dalamnya orang yang kaya, orang yang buruk niatnya. Bukankah di Indonesia, banyak orang yang kaya dari profesinya meminta-minta? Bukankah, kita bisa menemukan orang yang meminta-minta lalu menggunakan apa yang diperolehnya untuk bersenang-senang, bahkan bermaksiat. Dalam hal ini, kita berpijak pada kaidah, bahwa kita tidak dimintai pertanggungjawaban, kecuali berdasarkan apa yang terlihat atau terdengar.
Mereka yang berprofesi sebagai pengemis, tentu terlihat sebagai pengemis. Bajunya compang-camping, bau, kotor, bahkan mungkin cosplay dengan kaki yang seolah buntung. Begitu meyakinkan. Kita memberinya, lantaran dia meminta-minta dengan kondisi tersebut. Rasa empati kita terstimulus, memuluskan tangan merogoh sebagian harta kita untuk memberinya. “Gak apa-apa-lah, barang dua ribu”. Bahkan mungkin sebagian, memberinya dengan agak berat. Namun, karena berharap pahala dari Allah Swt. dia tetap memberikannya.
Tak ada yang salah dengan itu karena dalam satu keterangan, kita memang diperbolehkan untuk memberi pada orang yang tidak meminta-minta maupun meminta-minta, meski ia di atas tunggagannya”. Rasulullah SAW bersabda:
أَعْطُوا السَّائِلَ وَإِنْ جَاءَ عَلَى فَرَسٍ
Berilah orang yang meminta walaupun dia datang dengan mengendarai kuda (HR. Abu Daud no. 1418, Ahmad no. 1640, Malik no. 1583)
“Di atas tunggangan” maksudnya, kuda atau kendaraan seperti motor atau mobil. Masa iya, orang berkendaraan orang yang miskin? Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam az-Zarqany dalam Syarh al-Muwattha’, “mengendarai kuda” di sini adalah simbol kekayaan dan kebercukupan”. Meski begitu, bukan berarti orang tersebut tidak butuh bantuan, bisa jadi dia memang ada keperluan yang medesak, misal untuk bayar parkir sedangkan dia tidak punya urang receh.
Namun, ada sebagaian ulama juga berpendapat agar kita lebih berhati-hati, bahkan melarang kita memberi pada yang meminta-minta. Berhati-hati dengan cara kita memperhatikan orang yang pernah kita beri. Jika kita menyaksikan bahwa pemberian kita disalahgunakan, misal untuk nge-lem, maka kita dilarang untuk memberinya lagi. Sedangkan ustadz lainnya melarang karena sama saja membantu seseorang mendapatkan azab di yaumil akhir.
Azab yang dimaksud berdasarkan hadits berikut ini. Rasulullah Saw. bersabda,
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya” (HR. Muslim no. 1041).
Dalam hadits lainnya, Rasulullah Saw. bersabda,
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” (HR. Bukhari no. 1474, Muslim no. 1040 ).
Keterangan foto: Kakek Uja (80) yang berkeliling kampung di sekitar rumahnya di Dusun Pacing Utara, Desa Dewisari, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, Provinsi Jawa Barat. Sumber: cnbcindonesia.com
Namun, ada orang yang lebih layak dibantu, yakni mereka yang meski miskin, tidak meminta-minta. Mereka berupaya sekemampuan mereka, bahkan mereka sama sekali tidak memperlihatkan kemiskinannya. Jika dilihat sekilas mata, tidak terlihat kesusahan sedikitpun, bahkan kita menyangka dia orang kaya raya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 273,
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ࣖ
Infakkan hartamu kepada orang-orang yang terikat dengan kegiatan jihad di jalan Allah sehingga mereka tidak mampu mencari kehidupan (untuk keperluan sehari-hari) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka mampu menjaga diri dari meminta-minta. Kamu mengenal mereka dari ciri-cirinya, yaitu mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta baik yang kamu infakkan, sungguh Allah Maha Mengetahuinya.
Berikanlah sedekah kalian kepada orang-orang-orang yang punya enam sifat–menurut Syaikh As-Sa’di,
Miskin.
Yang kesibukannya berjihad di jalan Allah.
Membuat mereka tidak sempat bekerja mencari rezeki.
Orang yang tidak mengetahui keadaan mereka mengira bahwa mereka itu kaya karena enggan meminta-minta (punya sifat ‘iffah).
Tetapi keadaan mereka yang sebenarnya diketahui oleh orang yang memperhatikan kondisi mereka melalui tanda-tanda yang ada pada tubuh dan pakaian mereka yang tampak membutuhkan bantuan.
Di antara ciri mereka ialah mereka tidak seperti orang-orang miskin lainnya yang suka meminta-meminta kepada orang lain dengan sedikit memaksa.
Maka, jika ada orang yang nampak miskin, kekurangan harta, tapi dia tetap berjualan. Dialah yang lebih layak kita bantu daripada mereka yang mengemis, meminta-minta. Kita bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh adik-adik siswi SMA di Pekalongan berikut ini. Pun mereka melakukannya dengan cara terbaik, yakni bukan memberinya uang saja, tapi membeli barang dagangannya, setelah itu “meng-endorse” dagangan bapak tersebut.
Menurut kami, apa yang dilakukan adik-adik ini adalah cara terbaik. Mengapa? Jika seseorang mau berusaha di tengah kemiskinannya, kemudian kita hanya memberinya uang, ada dua dampak negatif yang mungkin timbul.
Kita menginjak-nginjak harga dirinya yang sudah berusaha untuk mencari nafkah dengan cara halal.
Cara tersebut jadi kurang mendidik baginya, bisa jadi membuatnya terlena dan malah membuka celah baginya mengubah niat jadi mengemis, bukan berjualan.
Jika ia kemudian pulang setelah mendapatkan uang, kemudian berhenti berjualan, ia memberikan uang yang diperolehnya, namun ia lupa dengan barang dagangannya. Akibatnya, barang dagangan hancur, kemudian ia tak ada modal untuk keperluan dagang keesokan harinya.
Maka, belilah barang dagangannya. Kalau mau bersedekah, belilah dengan harga lebih daripada yang ia tawarkan. Tentu lebih baik lagi kalau kita bisa memborongnya sehingga ia bisa pulang lebih cepat dan memberikannya pada keluarganya. Kebanyakan pedagang kecil berjualan untuk bertahan hidup. Apa yang ia peroleh hari itu, itu yang ia makan. Maka, kalau kita membeli semua barang dagangannya, ia akan cepat pulang, kemudian memberikannya pada keluarganya (kecuali ia sebatang kara).
Kemudian, jika Anda memiliki pengaruh atau followers di media sosial Anda, para pejuang nafkah ini, bisa jadi “mitra” yang amat menguntungkan. Dengan Anda meng-endorse-nya, bukan lagi bayaran uang yang Anda dapatkan, melainkan pahala, ampunan, bahkan rizki yang tidak disangka-sangka dari sisi Allah Swt.
Kami, Yayasan Wali Umat yakin, bahwa orang yang paling layak untuk kita tolong ialah mereka yang tetap berjuang di tengah keterbatasannya. Meski sudah tua, meski terbatas kemampuan, meski daya gerak terbatas, dia tidak meminta-minta dan tetap berjualan atau bekerja. Mereka miskin harta, namun “kaya” jiwanya, tak merendahkan diri di hadapan manusia, dan tak putus harapan pada Allah Swt. Pun, mereka yang terbatas ekonominya, namun tetap berjuang atau menjaga mimpi-mimpinya untuk melanjutkan pendidikan.