Challenge Accepted! Melayani “No Filter-filter”
Wali Umat – Di tengah dunia yang kian materialistis, melihat ada orang yang tetap membantu tanpa “filter” ibarat oasis di tengah gurun pasir. Ketika kasir tersudut akibat banyaknya kasus pencurian atau perilaku kurang menyenangkan, wajar rasanya kalau mereka memilah cita rasa pelayanan pada konsumennya. Namun, siap sangka, kita dapat menemukan kasir yang sungguhan baik meski pada pembeli berkebutuhan khusus, “no filter-filter”.
Seorang kasir salah satu merk minuman yang lagi hits tertangkap kamera pengunjung sedang melayani seorang pembeli. Pelanggan tersebut, bajunya kotor dengan kondisi badan yang (maaf) nampak betul berkebutuhan khusus. Meski begitu, sang kasir tetap melayaninya, bahkan membantu pembeli yang kesulitan mengambil item yang dibelinya. Perilakunya ini mengundang kekaguman netizen.
Akun @muh_ashri05 mengatakan, “Memanusiakan manusia itu adalah hal yg paling indah 😍”
“Sehat sehat selalu Mas nya dan mudah rezeki aamiin😢😢❤️,” kata akun @hasniiiatti
“Salut buat Kasirnya, Trimakasih banyak orang Baik 🙏🙏🙏🙏,” kata akun @fajar_wildana
Melihat kekaguman netizen yang sebegitu rupa, kita dapat memahami bahwa apa yang dilakukan oleh mas-mas kasir tersebut adalah hal yang tak semua orang dapat melakukannya. Apalagi kalau melihat zaman sekarang di mana perilaku culas, perilaku curang, perilaku korup memenuhi ruang interaksi kita, terutama di media sosial. Namun, penilaian netizen itu memang benar lantaran memang manusia cenderung berbuat lebih baik pada orang yang terlihat rapi, apalagi good looking.
Salah satu buktinya, dapat kita lihat dalam sebuah eksperimen sosial yang dipersembahkan oleh UNICEF dalam rangka melawan “ketidakadilan”. Eksperimen tersebut melibatkan seorang anak perempuan pada penataan dan pakaian yang berbeda. Dalam video tersebut kita diperlihatkan, ketika anak perempuan tersebut menggunakan pakaian yang kumal, jelek, dengan wajah yang sedikit kotor, tak ada satupun orang yang peduli padanya. Orang-orang di sekitarnya mengacuhkannya bahkan mengusirnya saat si anak perempuan tersebut mendekati seseorang. Akibatnya, Anna (si anak perempuan) tak tahan menangis.
Sedangkan pada setting yang lain, ketika Anna didandani dengan penampilan yang bersih dan rapi, baju yang bersih dan serasi, dengan rambut yang tertata rapi, banyak orang yang mendatanginya. Ia didatangi beberapa orang, dan dipedulikan; ditanyakan “di mana orang tuanya?”.
Eksperimen tersebut menyimpulkan, bahwa orang-orang itu “tidak adil”. Video tersebut memberi pesan pada kita, banyaknya anak-anak di jalanan yang menerima perlakuan negatif sejenis dan mereka butuh perhatian kita.
Atau dalam konteks yang lebih dekat dengan contoh, kita dapat menemukan, di mana sales mobil atau properti yang mengacuhkan calon pembeli yang penampilannya tidak memenuhi standar “rapi” versi mereka. Sedangkan mereka yang berpenampilan menarik, didatangi dengan wajah berhiaskan senyum ramah. Mereka menilai jika yang berpenampilan “buruk” versi mereka tidak akan menghasilkan uang atau uang lebih banyak dibandingkan orang yang berpenampilan rapi. Dalam ilmu psikologi, fenomena tersebut disebut dengan “Efek Halo”.
Menyikapi “Efek Halo”
“Efek Halo”, mengutip verywell mind, merupakan salah satu jenis bias kognitif, di mana orang satu kesan terkait seseorang mempengaruhi penilaian seseorang secara keseluruhan. Misalnya, ketika seseorang berpenampilan menarik, baik, rapi, orang cenderung berpikir kalau orang tersebut juga pintar, rajin, atau banyak uang. Dalam hal ini, penampilan fisik merupakan bagian utama dari “efek halo”.
Pencetus teori, Edward Thorndike, menemukan dalam penelitiannya bahwa orang yang tampan dinilai memiliki ciri-ciri kepribadian positif dan kecerdasan yang lebih tinggi. Satu penelitian bahkan menemukan juri (penilai dalam persidangan di Amerika) cenderung tidak percaya bahwa orang yang menarik bersalah atas perilaku kriminal. Efek halo ini mempengaruhi cara guru bersikap pada murid dan sebaliknya. Pun dalam dunia kerja, pemberi kerja cenderung menilai pelamar yang berpenampilan menarik sebagai orang yang cerdas, kompeten, dan berkualitas.
Karena efek inilah, sebagaimana dikuti oleh Psychology Today, orang-orang yang berpenampilan menarik, tampan atau cantik, cenderung mendapatkan hak istimewa dalam hidup. Bahkan, anak-anak yang lebih imut, cenderung diperlakukan lebih baik daripada yang lainnya.
Melihat kecenderungan tersebut, kita dapat memahami, “bereaksi positif pada mereka yang berpenampilan menarik, rapi, tampan atau cantik itu hal yang wajar karena memang manusia cenderung bersikap seperti itu”. Artinya, benarlah bahwa respon positif pada orang yang tak berpenampilan menarik itu tak semua orang dapat melakukannya. Sikap tersebut adalah “privilege” orang yang sadar akan perilaku baik dan buruk.
Terkait hal ini, kita juga dapat menggali hikmah dari sebab turunnya Qur’an awal surat Abasa, lebih tepatnya, Abasa ayat 1-16. Surat ini turun berkaitan dengan teguran Allah Swt. pada Rasulullah Saw. Pada saat itu, di masa awal-awal dakwah, di mana Rasulullah Saw. amat mengharapkan adanya kekuatan di barisan kaum Muslimin. Maka, Rasulullah Saw. dalam beberapa kesempatan mengundang para pembesar Quraisy, dalam kesempatan kali ini, Ibnu Katsir mengatakan mereka adalah Atabah ibnu Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisyam, dan Al-Abbas ibnu Abdil Muthalib.
Dengan mengutip kitab Muwatta karya Imam Malik, Ibnu Katsir mengatkaan, “lalu tiba-tiba datanglah seorang lelaki tuna netra bernama Ibnu Ummi Maktum dengan jalan kaki, saat itu Nabi Saw. sedang serius berbicara dengan mereka. Lalu Abdullah ibnu Ummi Maktum meminta agar diajari suatu ayat dari Al-Qur'an dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, ajarilah aku dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.’ Rasulullah Saw. berpaling dan bermuka masam terhadapnya serta tidak melayaninya, bahkan beliau kembali melayani mereka.”
Setelah Rasulullah Saw. selesai dari pembicaraan tertutupnya dan hendak pulang ke rumah keluarganya, maka Allah Swt. menahan sebagian dari pandangan beliau dan menjadikan kepada beliau tertunduk, lalu turunlah kepadanya firman Allah Swt. yang menegur sikapnya itu: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya? ('Abasa: 1-4)..
Maka setelah diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat-ayat tersebut, beliau selalu menghormatinya dan selalu berbicara dengannya dan menanyakan kepadanya, "Apakah keperluanmu? Apakah engkau ingin sesuatu?" Dan apabila Ibnu Ummi maktum pergi darinya, beliau Saw. bertanya, "Apakah engkau mempunyai sesuatu keperluan?" Demikian itu setelah Allah Swt. menurunkan firman-Nya. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). ('Abasa: 5-7).
Tentu kejadian tersebut tidak menjatuhkan kemuliaan Rasulullah Saw. sama sekali. Justru, di sinilah adilnya Islam dan bukti kebenaran bahwa Rasulullah Saw. adalah manusia biasa dengan segala kecenderungannya. Yang terpenting, kisah tersebut menjadi hikmah turunnya Al-Qur’an dan menjadi pelajaran untuk seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Di sini, kita juga dapat memahami, hendaknya kita bersikap profesional sesuai dengan objektif. Dalam hal kasir produk minuman, ia tak melibatkan perasaannya yang bisa jadi kurang nyaman menghadapi pembeli yang penampilannya, selama ia membeli dan tidak meminta-minta, maka harus ia perlakukan dengan baik. Pun, selaku penyampai kebenaran, hendaknya seorang da’i mendahulukan orang yang meminta pencerahan daripada orang yang nampak baik, padahal belum tentu dapat memberikan penerimaan yang baik terhadap ayat-ayat Allah Swt.