Beruntungnya Investasi Pada Anak
Wali Umat – Ketika ada orang yang kehidupannya nampak berkecukupan secara harta dan berpendidikan, di sisi lain, kita dapat menemukan orang tua yang dirinya saja berkebutuhan, namun mereka begitu memperjuangkan anaknya. Jika ada sebagian dari kita yang menganggap kekayaan itu hanya berbentuk harta, tidak ada yang salah. Hanya, tahukah Anda, anak pun bisa menjadi “investasi” yang menguntungkan di masa depan.
Sepasang suami istri terlihat sedang mengasuh anak lelakinya, sembari menenteng balon. Menariknya, kedua orang tua ini ternyata difabel, sang suami tunanetra, ibunya tunadaksa. Meski begitu, mereka tetap semangat mengasuh anaknya sembari menjajakan balon. Usaha tersebut mereka lakukan semata-mata demi masa depan anaknya yang lebih cerah. “Bapak gak mau anak saya susah kayak ibu-bapaknya,” tutur bapaknya pada pembuat video.
Dengan segala “keterbatasan”, kedua orang tua tersebut justru menginvestasikan semua yang mereka miliki untuk anaknya. Sementara, di tengah-tengah kita ada banyak orang tua yang merasa gagal mengasuh anaknya akibat tuntutan pekerjaan. Kondisi itu masih mending karena masih ada rasa bersalah dalam hatinya karena kurang waktu bersama anak-anaknya. Yang menjadi masalah adalah ketika sampai memandang anak sebagai beban, sampai-sampai melalaikan pengasuhan anak demi karir atau tidak mau punya anak alias “childfree” karena mereka anggap akan menjadi “beban ekonomi”.
Ada ragam penyebab yang melatarbelakangi orang sampai akhirnya memutuskan tidak memiliki. Mulai dari pertimbangan kesehatan, trauma masa lalu, soal skala prioritas. Namun, salah satunya karena faktor ekonomi. Secara eksternal, kita juga tidak dapat menafikan arus materialisme yang begitu deras, ditambah dengan berkembangnya pemikiran-pemikiran yang lahir darinya membuat sebagian cenderung melihat anak sebagai “beban”.
Padahal, kekayaan itu bukan hanya berupa harta, anak pun sama. Fitrahnya, setiap orang tua akan cenderung senang dengan kehadiran anak, sebagaimana mereka senang dengan kehadiran pasangan dan harta. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Ali Imran ayat 14,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.
Bahkan, kesenangan-kesenangan tersebut, dalam hal ini kesenangan pada anak, didukung oleh Rasulullah Saw. sebagaimana sabda beliau berikut ini,
تَزَوَّجُوا الْوَلُودَ الْوَدُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ يوم الْقِيَامَة
Nikahilah wanita yang penyayang lagi memiliki banyak keturunan, maka sesungguhnya aku akan berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di depan umat lainnya pada hari Kiamat (HR Abu Daud, an-Nasa`i dan Ahmad)
Meski begitu, selaku orang tua, kita juga harus tetap cermat mempertimbangkan memiliki anak. Itu karena anak yang hadir, tidak otomatis akan menjadi sumber kesenangan. Hanya anak yang saleh yang bisa menjadi sebab kesenangan bagi orang tuanya. Di dunia bisa membanggakan sekaligus menyejukkan hati, di akhirat meningkatkan derajat orang tuanya di surga. Sampai di sini, kita menemukan ruang untuk kita boleh khawatir pada anak. Kalau banyak dan saleh, tentu baik. Namun, jika sedikit, namun jadi ahli maksiat, justru akan memberatkan kedua orang tuanya. Jika hal tersebut yang menjadi pertimbangan, ada sebagian ulama yang memperbolehkan “menjaga jarak” kelahiran antara anak-anak kita.
Seorang anak perempuan yang terpaksa menggendong adiknya lantaran ditinggal orangtuanya bekerja ke Kota, sedangkan kakek-neneknya bekerja di sawah, di daerah Jiangshan Town, Miao, China. Sumber: bangka.tribunnews.com
Namun, selaku orang yang mengaku beriman pada Allah Swt. kita tidak dapat menafikan kehendak-Nya dalam kelahiran anak-anak. Jika kehadiran anak itu berkesusaian dengan harapan atau rencana, tentu baik. Namun, ada kondisi di mana, anak hadir “di luar perencanaan orang tua”. Di sinilah, kita perlu lebih kuat meyakinkan diri bahwa kelahiran anak adalah takdir terbaik menurut Allah Swt. sehingga tidak memicu pandangan anak sebagai beban.
Patutnya, kita menyadari bahwa kehadiran anak itu kesenangan. Jika kita berada dalam kondisi sulit merasakannya, patutnya kita bercermin dari saudara kita yang sudah berpuluh tahun pernikahan, namun tidak dikaruniai anak, yang bisa jadi merupakan salah satu bentuk takdir terbaik juga untuk mereka. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Asy-Syuro ayat 49-50,
لِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۗ يَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ اِنَاثًا وَّيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ الذُّكُوْرَۙ
Milik Allahlah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki,
اَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَّاِنَاثًاۚ وَيَجْعَلُ مَنْ يَّشَاۤءُ عَقِيْمًاۗ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ
atau Dia menganugerahkan (keturunan) laki-laki dan perempuan, serta menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.
Dengan begitu, semoga muncul dalam diri kita rasa berharganya kehadiran anak. Ingatlah, jika Allah Swt. menitipkan atau mengamanahkan sesuatu pada kehidupan kita, artinya Allah Swt. menilai diri kita sebenarnya mampu. Jika kita sudah yakin, Insya Allah, akan tumbuh dalam diri kita rasa tanggung jawab pada anak.
Hanya, selaku orang tua, kita harus tahu, bahwa tidak semua anak tumbuh menjadi anak yang saleh. Jangan kita, di antara para Nabi pun ada yang anaknya justru menjadi ujian baginya. Kita semua tahu bagaimana kisah Kan’an, anak Nabi Nuh As. yang justru terang-terangan menentang risalah ayahnya. Di sinilah, kita seyogyanya sadar bahwa anak saleh itu adalah satu bentuk rezeki dari Allah Swt. Bahkan, Syaikh As-Sya’rawy, mengatakan jika anak merupakan rezeki yang paling utama.
Syeikh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi (1911-1998) mengatakan:
المَالُ هُوَ أَدْنَى دَرَجَاتِ الرِّزْقِ و العَافِيَةُ أَعْلَى دَرَجَاتِ الرِّزْقِ و صَلَاحُ الأَبْنَاءِ أَفْضَلُ أنْوَاعِ الرِّزْقِ و رِضَا رَبِّ العَالَمِينَ فَهُوَ تَمَامُ الرِّزْقِ
Harta adalah rezeki yang paling rendah. Kesehatan adalah rezeki yang paling tinggi. Anak yang saleh adalah rezeki yang paling utama. Sedangkan ridha Allah adalah rezeki yang sempurna.
Pertama, rezeki harta. Rezeki berupa harta benda beliau tempatkan dalam tingkatan dasar karena semua orang bisa meraih jenis riziki tersebut. Baik itu hamba yang taat maupun yang ingkar. Rezeki seperti ini mudah untuk didapatkan bahkan dengan cara yang batil sekalipun. Itulah kenapa rezeki harta benda masuk kategori paling dasar derajatnya.
Kedua, rezeki kesehatan. Kesehatan, masuk dalam rezeki yang luhur karena kesehatan amat mahal. Orang bisa saja miskin harta benda, akan tetapi jika badannya sehat, maka ia akan lebih bebas dan merdeka. Sebaliknya, orang yang banyak harta bisa terpenjara karena sakit. Makan terbatas, bahkan mungkin harus menghabiskan banyak waktunya di rumah sakit, padahal rumah mewah, bahkan bisa melakukan liburan mewah.
Ketiga, rezeki keturunan saleh. Anak yang saleh masuk ke dalam rezeki yang utama karena tidak semua orang bisa mendidik anak-anaknya menjadi saleh atau salehah. Anak-anak yang saleh akan membawa kebahagiaan orang tuanya di dunia dan di akhirat. Maka bentuk rezeki seperti ini sangat diidamkan banyak orang tua.
Keempat, rezeki berupa ridha Allah swt. rezeki berupa ridha Allah swt merupakan sempurnanya rezeki. Karena tidak semua makhluk Allah mendapatkan ridha-Nya. Ridha Allah hanya diberikan kepada hamba yang taat kepada-Nya.
Karena itu, sepantasnya, kita menginvestasikan sebagian dari waktu kita, tenaga kita, pikiran kita, perasaan kita, maupun harta kita untuk anak. Pondasinya, belajar dari Abul Anbiya, Khalilullah Ibrahim As. kita perlu konsisten berdo’a agar anak kita dapat menjadi anak yang saleh di masa depan maupun dengan memupuk diri dengan ilmu, mulai dari orientasi pengasuhan dan pendidikan anak, ilmu psikologi anak, maupun ilmu parenting.
Kami, Wali Umat, yakin investasi pada anak merupakan investasi terbaik. Bagaimanapun, mereka adalah generasi penerus kita di dunia, sekaligus bisa menjadi amal jariyah yang memberi cahaya di alam kubur serta meluaskannya. Sungguh beruntung jika kita Allah Swt. karuniai anak dari rahim yang menjadi istri. Namun, jika pun tidak, bisa jadi jalannya melalui anak-anak lain. Mari berjuang bersama Wali Umat agar lahir generasi penerus kebaikan sekaligus penerang kita di alam kubur.